Pedoman Teknis Pembongkaran Instalasi Lepas Pantai Minyak Dan Gas Bumi
SMK Migas Jogja - Pedoman Teknis Pembongkaran Instalasi Lepas Pantai Minyak
Dan Gas Bumi
PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
NOMOR 1 TAHUN 2011
TENTANG
PEDOMAN TEKNIS PEMBONGKARAN INSTALASI
LEPAS PANTAI MINYAK DAN GAS BUMI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL,
NOMOR 1 TAHUN 2011
TENTANG
PEDOMAN TEKNIS PEMBONGKARAN INSTALASI
LEPAS PANTAI MINYAK DAN GAS BUMI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL,
Menimbang:
bahwa
dalam rangka menjamin keselamatan, terlaksananya pengelolaan lingkungan
hidup, menjaga kondisi instalasi lepas pantai sebagai barang milik
negara dan menjaga keselamatan pelayaran serta sesuai dengan ketentuan Pasal 21
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1974 tentang Pengawasan Pelaksanaan
Eksplorasi dan Eksploitasi Minyak dan Gas Bumi di Daerah Lepas Pantai,
perlu menetapkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
tentang Pedoman Teknis Pembongkaran Instalasi Lepas Pantai Minyak dan
Gas Bumi;
Mengingat:
1.Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152);
2.Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849);
3.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
4.Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1974 tentang Pengawasan Pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi Minyak dan Gas Bumi di Daerah Lepas Pantai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3031);
5.Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4435) sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5047);
6.Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tanggal 21 Oktober 2009;
7.Peraturan Menteri Pertambangan Nomor 05/P/M/PERTAM/1977 tanggal 22 Oktober 1977 tentang Kewajiban Memiliki Sertifikat Kelayakan Konstruksi Untuk Platform Minyak dan Gas Bumi di Daerah Lepas Pantai;
8.Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 552);
1.Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152);
2.Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849);
3.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
4.Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1974 tentang Pengawasan Pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi Minyak dan Gas Bumi di Daerah Lepas Pantai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3031);
5.Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4435) sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5047);
6.Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tanggal 21 Oktober 2009;
7.Peraturan Menteri Pertambangan Nomor 05/P/M/PERTAM/1977 tanggal 22 Oktober 1977 tentang Kewajiban Memiliki Sertifikat Kelayakan Konstruksi Untuk Platform Minyak dan Gas Bumi di Daerah Lepas Pantai;
8.Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 552);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN
MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG PEDOMAN TEKNIS
PEMBONGKARAN INSTALASI LEPAS PANTAI MINYAK DAN GAS BUMI.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1.Minyak
dan Gas Bumi, Eksplorasi, Eksploitasi, Wilayah Kerja, Menteri, Badan
Pelaksana, adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor
22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
2.Instalasi lepas pantai adalah instalasi minyak dan gas bumi yang didirikan di lepas pantai untuk melaksanakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi.
3.Pembongkaran adalah pekerjaan pemotongan sebagian atau keseluruhan instalasi dan pemindahan/pengangkutan hasil pembongkaran ke lokasi yang telah ditentukan.
4.Lepas pantai adalah daerah yang meliputi perairan Indonesia dan landas kontinen Indonesia.
5.Garis lumpur (mudline) adalah garis batas permukaan tanah yang dapat berubah akibat pergerakan arus laut.
6.Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang bidang tugas dan tanggung jawabnya meliputi Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi.
2.Instalasi lepas pantai adalah instalasi minyak dan gas bumi yang didirikan di lepas pantai untuk melaksanakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi.
3.Pembongkaran adalah pekerjaan pemotongan sebagian atau keseluruhan instalasi dan pemindahan/pengangkutan hasil pembongkaran ke lokasi yang telah ditentukan.
4.Lepas pantai adalah daerah yang meliputi perairan Indonesia dan landas kontinen Indonesia.
5.Garis lumpur (mudline) adalah garis batas permukaan tanah yang dapat berubah akibat pergerakan arus laut.
6.Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang bidang tugas dan tanggung jawabnya meliputi Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi.
7.Kontraktor
adalah Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang ditetapkan untuk
melaksanakan eksplorasi dan eksploitasi pada suatu wilayah kerja
berdasarkan Kontrak Kerja Sama.
Pasal 2
Pembongkaran
instalasi lepas pantai dilakukan dalam hal instalasi lepas pantai sudah
tidak dipergunakan lagi atau akan digunakan kembali untuk kegiatan
eksplorasi dan/atau eksploitasi minyak dan gas bumi pada tempat lain.
Pasal 3
Pengaturan pedoman teknis pembongkaran instalasi lepas pantai bertujuan untuk:
a.menjamin keselamatan minyak dan gas bumi;
b.menjamin terlaksananya pengelolaan lingkungan hidup;
c.menjaga kondisi instalasi lepas pantai sebagai barang milik negara;
d.menjaga keselamatan pelayaran; dan
e.optimalisasi penggunaan barang milik negara.
Pasal 4
Pembongkaran
instalasi lepas pantai wajib dilaksanakan dengan menggunakan teknologi
yang sesuai dengan standar nasional Indonesia atau standar regional atau
standar internasional dan kaidah keteknikan yang baik serta memenuhi
aspek keselamatan kerja dan kesehatan kerja serta lindungan lingkungan.
Pasal 5
Pelaksanaan
pembongkaran instalasi lepas pantai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
dilakukan oleh Kontraktor sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB II
PERENCANAAN PEMBONGKARAN
Pasal 6
PERENCANAAN PEMBONGKARAN
Pasal 6
(1)Pembongkaran
instalasi lepas pantai dilaksanakan oleh Kontraktor setelah mendapatkan
persetujuan pembongkaran instalasi lepas pantai dari Direktur Jenderal.
(2)Untuk
mendapatkan persetujuan pembongkaran instalasi lepas pantai sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Kontraktor mengajukan permohonan kepada
Direktur Jenderal melalui Badan Pelaksana dengan melengkapi dokumen
perencanaan pembongkaran instalasi lepas pantai.
(3)Dokumen perencanaan pembongkaran instalasi lepas pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a.daftar peralatan pada instalasi lepas pantai yang akan dilakukan pembongkaran;
b.peta terbaru lokasi instalasi lepas pantai dengan kegiatan lain;
c.dokumen lingkungan yang dimiliki;
d.surat pernyataan bahwa semua fasilitas yang terhubung dengan platform telah terputus dengan instalasi yang terkait;
e.desain awal atau analisis rekualifikasi dan modifikasi yang pernah dilakukan;
f.catatan sejarah operasi serta hasil inspeksi tahunan dan/atau khusus;
g.alternatif teknologi pembongkaran yang dipilih;
h.prosedur penutupan sumur (plug and abandonment);
i.prosedur pembongkaran, pemindahan dan/atau pengangkutan;
j.analisa risiko dalam pelaksanaan pembongkaran, pemindahan dan pengangkutan;
k.prosedur keselamatan dan kesehatan kerja serta lindungan lingkungan dalam pelaksanaan pembongkaran, pemindahan dan pengangkutan;
l.jadwal pelaksanaan;
m.rencana tanggap darurat;
n.rencana pengamanan fasilitas yang tersisa dan/atau terkait pasca pembongkaran;
o.lokasi pemindahan dan/atau penyimpanan hasil pembongkaran instalasi lepas pantai.
Pasal 7
(1)Direktur
Jenderal melakukan evaluasi dokumen perencanaan pembongkaran instalasi
lepas pantai dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja
setelah dokumen perencanaan pembongkaran instalasi lepas pantai
diterima dengan lengkap.
(2)Dalam rangka evaluasi dan klarifikasi terhadap dokumen perencanaan pembongkaran instalasi lepas pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kontraktor wajib mempresentasikan dokumen perencanaan pembongkaran.
(3)Dalam hal hasil evaluasi dan klarifikasi dokumen perencanaan pembongkaran instalasi lepas pantai dinyatakan lengkap dan benar, dalam jangka waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja Direktur Jenderal memberikan persetujuan pembongkaran instalasi lepas pantai.
(4)Persetujuan pembongkaran instalasi lepas pantai diberikan dengan masa berlaku paling lama 3 (tiga) tahun.
(5)Persetujuan pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak berlaku apabila terjadi perubahan perencanaan atau apabila lebih dari 3 (tiga) tahun pembongkaran instalasi lepas pantai tidak dilaksanakan.
(2)Dalam rangka evaluasi dan klarifikasi terhadap dokumen perencanaan pembongkaran instalasi lepas pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kontraktor wajib mempresentasikan dokumen perencanaan pembongkaran.
(3)Dalam hal hasil evaluasi dan klarifikasi dokumen perencanaan pembongkaran instalasi lepas pantai dinyatakan lengkap dan benar, dalam jangka waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja Direktur Jenderal memberikan persetujuan pembongkaran instalasi lepas pantai.
(4)Persetujuan pembongkaran instalasi lepas pantai diberikan dengan masa berlaku paling lama 3 (tiga) tahun.
(5)Persetujuan pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak berlaku apabila terjadi perubahan perencanaan atau apabila lebih dari 3 (tiga) tahun pembongkaran instalasi lepas pantai tidak dilaksanakan.
(6)Setelah
mendapatkan persetujuan pembongkaran instalasi lepas pantai sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), Kontraktor bertanggung jawab atas keberadaan
instalasi lepas pantai tersebut.
Pasal 8
Kontraktor
dalam menyusun dokumen perencanaan pembongkaran instalasi lepas pantai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, wajib memiliki tenaga pelaksana
perencanaan dengan kompetensi dan kualifikasi yang sesuai atau
memanfaatkan jasa perusahaan nasional yang telah mendapat Surat
Keterangan Terdaftar dari Direktur Jenderal.
BAB III
PELAKSANAAN PEMBONGKARAN
Pasal 9
PELAKSANAAN PEMBONGKARAN
Pasal 9
(1)Berdasarkan
persetujuan pembongkaran instalasi lepas pantai sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7, Kontraktor wajib segera mempersiapkan pelaksanaan
pembongkaran instalasi lepas pantai.
(2)Dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum pelaksanaan pembongkaran instalasi lepas pantai, Kontraktor wajib memberitahukan kepada Direktur Jenderal.
(3)Pelaksanaan pembongkaran instalasi lepas pantai wajib menggunakan peralatan yang telah memenuhi syarat keselamatan kerja sesuai dengan standar dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)Dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum pelaksanaan pembongkaran instalasi lepas pantai, Kontraktor wajib memberitahukan kepada Direktur Jenderal.
(3)Pelaksanaan pembongkaran instalasi lepas pantai wajib menggunakan peralatan yang telah memenuhi syarat keselamatan kerja sesuai dengan standar dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 10
Kontraktor
dalam melaksanakan pembongkaran instalasi lepas pantai sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9, wajib menggunakan tenaga pelaksana pembongkaran
dengan kompetensi dan kualifikasi yang sesuai atau memanfaatkan jasa
perusahaan nasional yang telah mendapat Surat Keterangan Terdaftar dari
Direktur Jenderal.
Pasal 11
Kontraktor sebelum melakukan pembongkaran instalasi lepas pantai wajib:
a.melaksanakan sosialisasi rencana kegiatan pembongkaran, pemindahan dan pengangkutan kepada masyarakat dan instansi yang terkait;
b.memasang rambu-rambu navigasi di sekeliling lokasi pembongkaran;
c.memastikan bahwa semua sumur telah ditutup permanen sesuai dengan Standar Nasional Indonesia atau standar regional atau Standar Internasional dan kaidah keteknikan yang baik;
d.memastikan bahwa semua infrastruktur yang terhubung dengan instalasi lepas pantai telah terputus;
e.memastikan bahwa semua sistem perpipaan dan peralatan lain bebas dari bahan berbahaya dan beracun;
f.memastikan bahwa instalasi lepas pantai bebas dari limbah bahan berbahaya dan beracun.
a.melaksanakan sosialisasi rencana kegiatan pembongkaran, pemindahan dan pengangkutan kepada masyarakat dan instansi yang terkait;
b.memasang rambu-rambu navigasi di sekeliling lokasi pembongkaran;
c.memastikan bahwa semua sumur telah ditutup permanen sesuai dengan Standar Nasional Indonesia atau standar regional atau Standar Internasional dan kaidah keteknikan yang baik;
d.memastikan bahwa semua infrastruktur yang terhubung dengan instalasi lepas pantai telah terputus;
e.memastikan bahwa semua sistem perpipaan dan peralatan lain bebas dari bahan berbahaya dan beracun;
f.memastikan bahwa instalasi lepas pantai bebas dari limbah bahan berbahaya dan beracun.
Pasal 12
(1)Kontraktor dalam melaksanakan pembongkaran wajib:
a.memotong konduktor 5 (lima) meter di bawah garis lumpur (mudline) atau sejajar dengan dasar laut dalam hal jarak antara garis lumpur (mudline) dan dasar laut kurang dari 5 (lima) meter;
b.memotong konduktor menjadi segmen-segmen sepanjang maksimum 12 (dua belas) meter;
c.membongkar instalasi atas permukaan (top side facility) dengan memotong sambungan las antara tiang pancang dengan kaki deck;
d.memotong tiang pancang dan dudukannya 5 (lima) meter di bawah garis lumpur (mudline) atau sejajar dengan dasar laut dalam hal jarak antara garis lumpur (mudline) dan dasar laut kurang dari 5 (lima) meter;
e.memotong pipa penyalur di atas titik riser bend dan pada jarak 3 (tiga) meter dari dasar kaki instalasi;
f.menyumbat pipa penyalur yang ditinggalkan dan ujungnya dipendam sedalam 1 (satu) meter atau dilindungi dengan material pengaman;
g.memotong pipa penyalur yang akan dipindahkan, menjadi bagian-bagian kecil sepanjang 9 (sembilan) meter sampai dengan 12 (dua belas) meter.
(2)Kontraktor wajib menempatkan hasil pembongkaran di lokasi penyimpanan yang telah disetujui.
(3)Kontraktor wajib melakukan pembersihan dasar laut dari sisa pekerjaan pembongkaran atau yang berasal dari aktivitas produksi masa lalu dengan batas minimum cakupan wilayah pembersihan sesuai daerah terlarang dengan radius 500 (lima ratus) meter.
(4)Kontraktor wajib memastikan kebersihan dasar laut dari sisa pekerjaan pembongkaran menggunakan site scan sonar system dan/atau test trawling.
a.memotong konduktor 5 (lima) meter di bawah garis lumpur (mudline) atau sejajar dengan dasar laut dalam hal jarak antara garis lumpur (mudline) dan dasar laut kurang dari 5 (lima) meter;
b.memotong konduktor menjadi segmen-segmen sepanjang maksimum 12 (dua belas) meter;
c.membongkar instalasi atas permukaan (top side facility) dengan memotong sambungan las antara tiang pancang dengan kaki deck;
d.memotong tiang pancang dan dudukannya 5 (lima) meter di bawah garis lumpur (mudline) atau sejajar dengan dasar laut dalam hal jarak antara garis lumpur (mudline) dan dasar laut kurang dari 5 (lima) meter;
e.memotong pipa penyalur di atas titik riser bend dan pada jarak 3 (tiga) meter dari dasar kaki instalasi;
f.menyumbat pipa penyalur yang ditinggalkan dan ujungnya dipendam sedalam 1 (satu) meter atau dilindungi dengan material pengaman;
g.memotong pipa penyalur yang akan dipindahkan, menjadi bagian-bagian kecil sepanjang 9 (sembilan) meter sampai dengan 12 (dua belas) meter.
(2)Kontraktor wajib menempatkan hasil pembongkaran di lokasi penyimpanan yang telah disetujui.
(3)Kontraktor wajib melakukan pembersihan dasar laut dari sisa pekerjaan pembongkaran atau yang berasal dari aktivitas produksi masa lalu dengan batas minimum cakupan wilayah pembersihan sesuai daerah terlarang dengan radius 500 (lima ratus) meter.
(4)Kontraktor wajib memastikan kebersihan dasar laut dari sisa pekerjaan pembongkaran menggunakan site scan sonar system dan/atau test trawling.
Pasal 13
Kontraktor
wajib menjamin keselamatan dan kesehatan kerja serta pengelolaan
lingkungan pada saat dilakukannya pembongkaran, pemindahan/pengangkutan
dan penyimpanan hasil pembongkaran instalasi lepas pantai.
BAB IV
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 14
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 14
(1)Direktur
Jenderal melakukan pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan
pembongkaran instalasi lepas pantai sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2)Kontraktor wajib menyampaikan laporan kepada Direktur Jenderal melalui Badan Pelaksana mengenai pelaksanaan pembongkaran instalasi lepas pantai dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari setelah kegiatan pembongkaran selesai.
(3)Apabila berdasarkan evaluasi teknis laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diterima, dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah laporan diterima, Direktur Jenderal menerbitkan site clearance certificate (surat keterangan pemulihan lokasi).
(2)Kontraktor wajib menyampaikan laporan kepada Direktur Jenderal melalui Badan Pelaksana mengenai pelaksanaan pembongkaran instalasi lepas pantai dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari setelah kegiatan pembongkaran selesai.
(3)Apabila berdasarkan evaluasi teknis laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diterima, dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah laporan diterima, Direktur Jenderal menerbitkan site clearance certificate (surat keterangan pemulihan lokasi).
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 15
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 15
Terhadap
Kontraktor yang telah melaksanakan kegiatan pembongkaran instalasi
lepas pantai sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri ini wajib
melaporkan kegiatannya kepada Direktur Jenderal melalui Badan Pelaksana
dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) tahun setelah ditetapkannya
Peraturan Menteri ini untuk dilakukan evaluasi dalam rangka penerbitan
site clearance certificate (surat keterangan pemulihan lokasi).
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 16
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 16
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 7 Januari 2011
MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA
MINERAL REPUBLIK INDONESIA,
DARWIN ZAHEDY SALEH
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 7 Januari 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
PATRIALIS AKBAR
pada tanggal 7 Januari 2011
MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA
MINERAL REPUBLIK INDONESIA,
DARWIN ZAHEDY SALEH
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 7 Januari 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
PATRIALIS AKBAR